Igor Tamerlan: Perbedaan revisi

Dari Indonesia Netaudio Forum
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Baris 1: Baris 1:
 +
[[Berkas:Igor Tamerlan.jpg|thumb|right|300px|Foto profil Igor Tamerlan]]
 
[[Berkas:Igortamerlan.png|thumb|right|300px]]
 
[[Berkas:Igortamerlan.png|thumb|right|300px]]
 
[[Berkas:Igortamerlan woh.png|thumb|right|300px]]
 
[[Berkas:Igortamerlan woh.png|thumb|right|300px]]

Revisi per 30 Juli 2018 21.54

Foto profil Igor Tamerlan
Igortamerlan.png
Igortamerlan woh.png

Biografi

Igor Tamerlan adalah musisi, aktivis lingkungan dan seniman video 3D yang pada tahun '90an populer dengan lagunya yang berjudul "Bali Vanilli". Pada masa tersebut dia juga dikenal sebagai musisi yang dengan tegas menyatakan perang dengan industri musik yang dianggapnya tidak adil. Pada paruh akhir '90an Igor menciptakan sebuah instrumen musik elektronik yang ia namai Teknogong.

Igor mengunggah hampir semua karya-karya videonya di YouTube. Meski terlihat aneh, karya video animasinya sarat akan kritik terhadap kondisi sosial dan budaya Indonesia kontemporer yang disampaikan dengan gaya yang satir. Karya-karya tersebut juga mengandung peryataannya yang sangat tajam pada isu ekologi dan perubahan dunia di masa depan. Igor meninggal di Yogyakarta pada bulan Januari 2018. Hingga kini ia dikenang sebagai seniman visioner yang terlupakan.

Biografi dalam Bahasa Inggris

Igor Tamerlan is a musician, environment activist and 3D video artist, renown for his song titled "Bali Vanili" in the 90's. At that time he was also known as a musician who firmly declared war with the music industry that he considered unjust. In the latter half of the '90s Igor created an electronic musical instrument which he named Teknogong.

Igor uploaded most of all his video works on YouTube. Despite it may have looks strange, his video animation was full of criticisms of contemporary Indonesian social and cultural conditions conveyed in a satirical style. The works also contain very sharp statements on ecological issues and future world changes. Igor died in Yogyakarta in January 2018. Until now he is remembered as a forgotten visionary artist.

Pranala Luar