Indonesia Netaudio Festival 2: Perbedaan revisi

Dari Indonesia Netaudio Forum
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Baris 1: Baris 1:
 
[[Berkas:INF2poster.jpg | thumb | right | 400px | Poster publikasi Indonesia Netaudio Festival 2]]
 
[[Berkas:INF2poster.jpg | thumb | right | 400px | Poster publikasi Indonesia Netaudio Festival 2]]
  
Indonesia Netaudio Festival 3 adalah sebuah festival yang diprakarsai oleh [[Indonesia Netaudio Forum]].
+
Indonesia Netaudio Festival 3 adalah sebuah festival yang diprakarsai oleh [[Indonesian Netlabel Union]].
  
 
=== Pengantar ===
 
=== Pengantar ===
[[Indonesia Netaudio Forum]] (INF), sebelumnya dikenal dengan Indonesian Netlabel Union (INU), telah menggelar dua festival pada tahun 2012 and 2014 bertajuk “Indonesian Netaudio Festival”, juga disingkat INF. Festival ini menggelar bermacam aktivitas seperti konser musik, lokakarya, diskusi dan ragam aktivitas berbagi yang menampilkan musisi, praktisi budaya dan media yang aktif menggunakan internet sebagai alat distribusi dan budaya berbagi yang terbuka. Pada tahun 2014, INF merayakan Hari MP3 dengan menerbitkan album musik remix dan zine yang berisi seri tulisan esai.
+
Festival Netaudio Indonesia kedua (# INF2) akan diadakan di Bandung pada 14 - 16 November 2014, mengikuti Festival Netaudio Indonesia pertama, yang berhasil diselenggarakan di kota Yogyakarta pada 16 - 17 November 2012 untuk menyelaraskan dengan ulang tahun ke-5 Ya Tidak Wave Music. Festival ini dimaksudkan untuk membangun koneksi online, serta untuk menanamkan pengalaman 'offline' kepada para aktor, pengamat, dan pecinta netaudio — kegiatan audio berbasis Internet. # INF2 diselenggarakan oleh Sorge Sindikasi, KKBM Unpar, IFI Bandung, dan Indonesian Netlabel Union.
  
Tahun 2018 ini INF akan menggelar festival yang ketiga bekerjasama dengan program jangka panjang Japan Foundation Asia Center: “ref:now—toward a new media culture in asia”. Festival yang bertajuk “Sharing Over Netizen Explosion” kali ini mengundang musisi, seniman, penggerak budaya alternatif, kurator, peneliti dan praktisi media dari Indonesia dan Jepang untuk bersama-sama mengkaji budaya berbagi dan intervensi artistik di tengah gegap gempita ledakan informasi para pengguna internet saat ini. Sebuah kondisi dimana jaringan internet kini menciptakan ruang yang ambigu: meretas batasan yang mainstream dan underground, mengaburkan yang nyata dan maya (fisik dan non-fisik), hingga pertarungan kontrol privasi antara warga dan penguasa jagad maya.  
+
Internet telah menjadi sarana yang efektif untuk menyebarluaskan pengetahuan dan informasi, dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan netaudio. Aktivitas Netaudio seperti netlabel (label rekaman berbasis Internet) dan streaming online semakin dinikmati oleh orang-orang di seluruh dunia. Salah satu karakter Internet yang menonjol adalah adanya budaya bebas, budaya yang memungkinkan akses bagi orang untuk secara alami menggunakan, mengembangkan, dan mendistribusikan pengetahuan dan informasi yang ada.
  
Secara keseluruhan INF 3 digelar di Jogja National Museum pada tanggal 18 hingga 28 Agustus 2018 yang meliputi konser musik, pasar barter, live cooking, diskusi dan lokakarya pada tanggal 18 dan 19 Agustus 2018. Pada tahun ini ada program khusus yaitu pameran seni media yang dikurasi oleh Riar Rizaldi —seorang seniman dan peneliti seni media. Pameran dibuka bersamaan dengan dimulainya festival yaitu pada tanggal 18 Agustus 2018 dan berlangsung hingga tanggal 28 Agustus 2018.  
+
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang budaya bebas telah menjadi sangat penting dalam mendistribusikan dan menghasilkan pengetahuan yang lebih baik, lebih berkelanjutan, dan independen. Kampanye informasi dan peningkatan kesadaran tentang budaya bebas ini akan direalisasikan melalui Festival Netaudio Indonesia, yang juga mencakup kegiatan offline untuk para aktor dan penikmat netaudio, sehingga mendorong mereka untuk lebih berkontribusi terhadap lingkungan mereka dan masyarakat secara umum.
 
+
[[Berkas:BannerINF3.jpg|center]]
 
  
 
=== Detail Acara ===
 
=== Detail Acara ===

Revisi per 31 Juli 2018 17.24

Poster publikasi Indonesia Netaudio Festival 2

Indonesia Netaudio Festival 3 adalah sebuah festival yang diprakarsai oleh Indonesian Netlabel Union.

Pengantar

Festival Netaudio Indonesia kedua (# INF2) akan diadakan di Bandung pada 14 - 16 November 2014, mengikuti Festival Netaudio Indonesia pertama, yang berhasil diselenggarakan di kota Yogyakarta pada 16 - 17 November 2012 untuk menyelaraskan dengan ulang tahun ke-5 Ya Tidak Wave Music. Festival ini dimaksudkan untuk membangun koneksi online, serta untuk menanamkan pengalaman 'offline' kepada para aktor, pengamat, dan pecinta netaudio — kegiatan audio berbasis Internet. # INF2 diselenggarakan oleh Sorge Sindikasi, KKBM Unpar, IFI Bandung, dan Indonesian Netlabel Union.

Internet telah menjadi sarana yang efektif untuk menyebarluaskan pengetahuan dan informasi, dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan netaudio. Aktivitas Netaudio seperti netlabel (label rekaman berbasis Internet) dan streaming online semakin dinikmati oleh orang-orang di seluruh dunia. Salah satu karakter Internet yang menonjol adalah adanya budaya bebas, budaya yang memungkinkan akses bagi orang untuk secara alami menggunakan, mengembangkan, dan mendistribusikan pengetahuan dan informasi yang ada.

Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang budaya bebas telah menjadi sangat penting dalam mendistribusikan dan menghasilkan pengetahuan yang lebih baik, lebih berkelanjutan, dan independen. Kampanye informasi dan peningkatan kesadaran tentang budaya bebas ini akan direalisasikan melalui Festival Netaudio Indonesia, yang juga mencakup kegiatan offline untuk para aktor dan penikmat netaudio, sehingga mendorong mereka untuk lebih berkontribusi terhadap lingkungan mereka dan masyarakat secara umum.


Detail Acara

Indonesian Netaudio Festival 2018

  • Hari/Tanggal: 18-28 Agustus 2018
  • Tempat: Jogja National Museum
  • Alamat: Jl. Amri Yahya No. 1, Yogyakarta

“Sharing Over Netizen Explosion”

Dalam kurun satu dasawarsa ini, penggunaan internet di Indonesia telah menciptakan sebuah kondisi sosial budaya yang sangat masif baik itu jumlah penggunanya maupun dampaknya. Sistem web 2.0 yang memberikan akses bagi pengguna untuk memberikan input data atau konten secara bebas dan interaktif terutama di jejaring media sosial, telah menciptakan pranata sosial yang dianggap nyata hingga mengaburkan apa yang nyata dan maya. Pendek kata, internet atau dunia maya telah menubuh. Istilah ‘pengguna’ atau ‘user” sudah tidak lagi relevan karena semua entitas yang memiliki akses internet telah menjadi internet dan masyarakat itu sendiri.

Kondisi tersebut kini mampu meretas batas akan hal-hal yang memiliki skala kecil dan besar, yang underground dan yang mainstream dalam ruang dan pintu akses yang sama. Tradisi masyarakat Indonesia yang mahir dalam modifikasi atau akal-akal-an dan kontrol hukum yang amburadul juga membuka peluang bagi siapapun untuk menciptakan, mendistribusikan, mengontrol, mengapropriasi, menggubah hingga meretas konten dan peralatan di internet untuk kepentingan apapun, baik komersial maupun non-profit, baik personal maupun kelompok, baik untuk tujuan mulia maupun yang mengancam kehidupan. Berbagai macam strategi, pemikiran, karya seni tercipta dan tersedia untuk dikonsumsi maupun direproduksi. Di lain pihak, yaitu pemerintah atau korporasi besar yang menguasai platform utama internet telah menjalin kerjasama dalam memindai data yang terkumpul secara sukarela dan kemudian digunakan untuk mengontrol pengaturan akses dan privasi data.

Sebagai sebuah kelompok yang fokus pada praktik berbagi yang egaliter dan demokratis di jejaring internet atau platform digital, Indonesia Netaudio Forum melalui sebuah perhelatan festival seni dan budaya ingin membuka sebuah ruang sosial yang menampilkan karya musik dan seni media yang dalam praktiknya menggunakan internet sebagai jalur berbagi karya dan sekaligus kritik atau intervensi atas wacana tersebut diatas.

Program musik dalam Indonesia Netaudio Festival akan menampilkan musisi, seniman audio dan praktisi media yang menggunakan internet dan digital dalam menciptakan dan mendistribusikan karyanya baik melalui jalur distribusi non-mainstream maupun strategi manipulasi jalur mainstream. Diantaranya seperti penggunaan distribusi musik melalui netlabel, forum daring, radio daring atau layanan file-hosting/sharing untuk menjaring popularitas lintas geografi, penciptaan karya dengan aplikasi digital, penggunaan platform internet seperti YouTube atau stick PlayStation sebagai sumber data dan perangkat disc-jockey, kritik cyberculture sebagai tema lagu, produksi karya kolaboratif lintas geografi, penciptaan karakter imajiner/avatar sebagai identitas band atau karya musik, hingga berbagi karya musik secara luring melalui warnet atau jaringan PirateBox.

Program Festival


Poster program musik dan pameran Indonesia Netaudio Festival 3
Poster acara after party Indonesia Netaudio Festival 3

Musik (18-19 Agustus 2018)

Sebuah konser musik dan visual menampilkan musisi dan VJ yang menggunakan internet dan digital baik sebagai alat produksi dan distribusi atau kajian wacananya, penggunaan lisensi terbuka seperti copyleft atau Creative Commons License untuk karyanya, dan bekerja secara kolaboratif melalui beragam jaringan. Program ini dikurasi oleh Wok The Rock bekerjasama dengan Andreas Siagian sebagai pengarah artistik.

18 Agustus 2018

Acara berlangsung pada pukul 19.00-23.00 WIB. Menampilkan:

19 Agustus 2018

Program konser dibagi menjadi tiga bagian:

Mini Stage

15.00-18.00 Menampilkan:

Main Stage

19.00-23.00 Menampilkan:

INF X Taphouse

22.00-02.00 Taphouse Beer Garden Jl. Jlagran No. 18, Yogyakarta

Visual di Main Stage dipersembahkan oleh Video Battle.


Gelar Wicara di Indonesia Netaudio Festival 3 (18 Agustus 2018)

Diskusi berlangsung pada pukul 15.00-18.00 WIB. Diskusi bersifat gratis dan terbuka untuk umum

“Memetakan Arus Bawah (Mapping the Undercurrents)”

Poster program Diskusi, Lokakarya, Pasar Barter dan Live Cooking Indonesia Netaudio Festival 3

Sebuah diskusi interaktif yang digelar secara performatif dengan menggunakan tata suara, video, gambar grafis, aplikasi komunikasi daring dan melibatkan pengunjung festival untuk turut aktif berpartisipasi.

Mulai dari kritik terhadap pusat-pusat produksi pengetahuan, penciptaan nilai-nilai alternatif hingga kemunculan subyektivitas baru, internet telah menjadi lokasi sekaligus motor bagi beragam transformasi di ranah sosial-politik kita di hari ini. Jurnalisme warga yang didukung teknologi dan internet menghadirkan narasi dari sudut pandang komunitas dan meliput wilayah-wilayah yang tak tersentuh oleh juru berita nasional. Nilai-nilai baru tercipta dalam ulang aling informasi di antara peristiwa dan rekaman, juga pelosok dan kota. Kehadiran beragam netlabel turut memperkaya infrastruktur produksi dan distribusi musik secara digital melalui platform daring maupun luring (online/offline). Arus-arus bawah mulai bermunculan di arus utama dalam sirkuit produksi budaya.

Dalam arena diskusi selama dua jam ini, tiga pembicara akan mengemukakan elaborasinya mengenai lanskap produksi pengetahuan dan relasi-relasi yang mendiaminya dari tiga studi kasus, yaitu perkembangan netlabel, seni media dan dangdut koplo. Bersama dengan pembicara, para hadirin diundang untuk merumuskan; dalam lanskap produksi pengetahuan yang semakin kompleks, apa yang perlu dilakukan sebagai warganet yang mendiaminya?

Diskusi ini dikurasi oleh Syafiatudina (KUNCI Cultural Studies Center).


Lokakarya (19 Agustus 2018)

Sebuah lokakarya DIWO (Do-It-With-Others) yang mengundang beberapa pembuat minuman fermentasi buah di Yogyakarta. Lokakarya kolektif ini akan berbagi sumber daya dan keahlian yang ditemukan di internet bersama partisipan. Lokakarya ini menggunakan jaringan internet untuk mencari dan berbagi pengetahuan, mengambil informasi di internet, membawanya ke dalam interaksi fisik dan membandingkannya dengan pengetahuan dan pengalaman alami sebagai intervensi sosial. Ini merupakan budaya tanding bagi media internet yang kini telah menciptakan dunia imajiner nan nyata pada penggunanya. Lokakarya terbuka untuk publik. Program ini dikurasi oleh Lifepatch.

Lokakarya berlangsung pada 19 Agustus 2018 pada pukul 15:00 - 18:00 WIB di Jogja National Museum.


Pasar Barter (18-19 Agustus 2018)

Salah satu misi penting dari festival ini adalah mengenai wacana budaya terbuka yang mempromosikan budaya berbagi. Program ini mengundang publik untuk saling bertukar barang seperti file lagu, video, pakaian, hardisk, kacamata, modem, tanaman, dan lain sebagainya.

Pasar Barter berlangsung pada 18-19 Agustus 2018 pada pukul 15.00-23.00 WIB di Jogja National Museum.


Live Cooking (18-19 Agustus 2018)

Makan bersama adalah tradisi kolektif di Indonesia dan beberapa negara di Asia yang masih mempertahankan tradisi lokal di tengah pesatnya modernisasi. Pada acara ini, beberapa koki akan memasak makanan secara langsung di area festival dan membagikan makanan tersebut dengan sistem donasi. Progam ini juga merefleksikan wacana budaya terbuka yang ingin disampaikan oleh INF.


Pameran - “Internet of (No)Things: Ubiquitous Networking and Artistic Intervention” (18-28 Agustus 2018)

  • Resepsi Pembukaan: 18 Agustus 2018, 14.00 WIB
  • Pameran: 18-28 Agustus 2018, 11.00-19.00WIB
  • Lokasi: Jogja National Museum

Pameran seni media ini adalah program terkait yang menampilkan seniman-seniman media yang berkarya dengan menggunakan teknologi dan wacana sosial-budaya di era digital. Pameran ini mengundang seniman dari Indonesia dan Jepang yang dikurasi oleh Riar Rizaldi.

Informasi berada dimana saja, pada waktu kapan saja dan dapat disampaikan lewat cara yang sesuai dengan konteks dan lokasi. Ketika kita akhirnya dapat merasakan manfaat dari kekuatan penuh teknologi informasi, kita kehilangan kemampuan untuk menyerap kumpulan pengetahuan esoterik yang menjadi sandarannya. Teknologi jaringan seperti telepon seluler dan Internet telah menjadi sarana terbesar bagi pertukaran informasi—informatika yang begitu kuatnya pun telah menubuh di dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang bersamaan, teknologi jaringan mempengaruhi cara kita berkomunikasi—baik itu secara tekstual, verbal maupun visual—serta merekonstruksi berbagai teknik kontemporer yang telah eksis; seni, sinema, bioteknologi, tata kelola digital, platform capitalism. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, ketika kehadirannya sangat masif dan dimana-mana, tantangan seperti apa yang dihasilkan oleh teknologi jaringan dan infrastrukturnya dalam ranah kegiatan kebudayaan?

Ketika kita melewati titik yang mengaburkan perbedaan antara daring dan luring, ketika kita harus tersadarkan untuk menerima kenyataan bahwa privasi adalah hal yang usang, ketika datangnya bentukan baru bahasa visual yang dimanufaktur oleh arus meme dari image board semacam Futaba Channel, dan ketika agenda pasca-kebenaran berkerumun dalam laman Facebook secara terang-terangan, pameran Internet of (No)Things mengeksplorasi kemungkinan praktik artistik dan bentuk estetika yang secara kritis menginterogasi teknologi jaringan yang omnipresent. Pameran Internet of (No)Things mengundang seniman Indonesia dan Jepang untuk menyajikan karya-karya mereka yang menafsirkan kembali—juga mengintervensi secara visual—material dan ide yang diciptakan oleh transformasi budaya dan infrastruktur Internet. Dalam pameran ini pula, jargon Internet of Things (IoT) disubversifkan sebagai sebuah upaya memaknai kehadiran Internet secara lebih kritis. Internet sudah menubuh untuk setiap kegiatan yang kita alami, sehingga ia tidak menjadi apa-apa. Mekanismenya kita lewatkan secara sadar: terjadi begitu saja. Ia menjadi objek, ia menjadi udara, ia pun menjadi ruang. Internet bukan apa-apa.

Dari mulai visualisasi citra Anime lewat aplikasi foto pada iOs hingga subtitle Bahasa Indonesia yang ditampilkan dalam situs ilegal film bajakan, dari mulai memecahkan fondasi fundamental sistem jaringan lewat instrumen sonik hingga usaha memperlihatkan black-box-nya teknologi jaringan lewat rekonstruksi ruang-ruang fisik, dari mulai pendekatan spekulatif pada bioteknologi dan dampaknya pada wacana reproduksi hingga usaha untuk merubah pikiran dan opini menjadi arus listrik, seniman dari Indonesia dan Jepang menata ulang, menggunakan, memanfaatkan dan merekonstruksi implikasi dari teknologi jaringan sebagai moda artistik. Di tengah kontrasnya karakteristik perkembangan teknologi, latar belakang budaya dan psikogeografi antara Indonesia dan Jepang, para seniman disini berbagi pendekatan praktik mereka yang unik terhadap perilaku vernakular dari masyarakat jejaring dalam kampung global. Melalui karya-karya artistik dan intervensi oleh para seniman di pameran Internet of (No)Things, kita akan dihadapkan oleh tantangan juga kesempatan yang diberikan oleh teknologi jaringan untuk aktivitas kebudayaan kita sehari-hari.

Seniman:

Seri Wicara Seniman 1

  • Kazuki Saita/Soichiro Mihara
  • 19 Agustus 2018, 11:00
  • Jogja National Museum

Seri Wicara Seniman 2

  • Ai Hasegawa & Abi Rama
  • 20 Agustus 2018, 16:00
  • Kunci Cultural Studies Center, Gang Melati, Ngadinegaran MJ III/100, Yogyakarta

Seri Wicara Seniman 3

  • Ayano Sudo & Tromarama
  • 20 Agustus 2018, 19:00
  • Ruang MES 56, Jl. Mangkuyudan No. 53A, Yogyakarta

Tim Produksi Acara

  • Wok The Rock : Producer / JF Partnership
  • Anitha Silvia: Co-producer
  • Amelberga Prasetyaningtyas : Media Relation
  • Andreas Siagian: Artistic Director
  • Lifepatch: Workshop Coordinator
  • Syafiatudina: Seminar Curator
  • Riar Rizaldi: Exhibition Curator
  • Prastica Malinda: Administrator
  • Adi Adriandi: Music Concert Production Manager
  • Yudistira Satria: Head of Production
  • Yonas Kristy: Graphic Designer
  • Anton Gendel: Sound Engineer
  • Sugeng Utomo: Light Engineer
  • Rismilliana Wijayanti: Exhibition Production Manager
  • Octalyna Puspa Wardany: Finance
  • Arief Budiman: Video Documentation
  • Swandi Ranadila: Photo Documentation
  • Adib Nur Fajar : Volunteer Coordinator
  • Adam Oktaviantoro: Stage Manager
  • Vandy Rizaldi: Stage Crew
  • Angga Pratama: Stage Crew
  • Aditya: Stage Crew
  • Gading Paksi: Music Show Director
  • Fuad Nurdiansyah: Area Manager
  • Ignatius Kendal: Festival Permit
  • Sri Kusumaningrum: Catering Manager
  • Andi Meinl: Transportation Manager
  • Yuya Ito: Exhibition Technical Engineer

Daftar Nama Tim Redaksi User Manual INF 3.0:

  • Editor: Hilman Fathoni
  • Layout: Yonas Kristy
  • Kontributor:
  • Andaru Pramudito
  • Aditya Saputra
  • Taufiq Aribowo
  • Riar Rizaldi
  • Adythia Utama

Ucapan Terima kasih

  • Asia Center Japan Foundation
  • Gallery Prawirotaman Hotel
  • Green Host Hotel
  • Ruang MES 56
  • KUNCI Cultural Studies Center
  • Balai Seni Gampingan
  • Berrybeanbag
  • TNGR
  • Taphouse
  • YK Booking
  • Whiteboardjournal
  • Detikdotcom
  • Tante Bikinilfil

Rekan Penyelenggara

Asia Center Logo.jpg

Indonesia Netaudio Festival diselenggarakan bersama Asia Center - Japan Foundation sebagai bagian dari program MeCA - Media Culture in Asia: A Transnational Platform

Pranala Luar