Indonesia Netaudio Festival 3: Perbedaan revisi
Woktherock (bicara | kontrib) |
Woktherock (bicara | kontrib) |
||
Baris 125: | Baris 125: | ||
==== [[Live Cooking]] ==== | ==== [[Live Cooking]] ==== | ||
− | * Oleh | + | * Oleh CookorDie |
*18 & 19 Agustus 2018, 15.00-23.00 WIB, Jogja National Museum | *18 & 19 Agustus 2018, 15.00-23.00 WIB, Jogja National Museum | ||
Makan bersama adalah tradisi kolektif di Indonesia dan beberapa negara di Asia yang masih mempertahankan tradisi lokal di tengah pesatnya modernisasi. Pada acara ini, koki akan memasak makanan secara langsung di area festival dan membagikan makanan tersebut dengan sistem donasi. Progam ini juga merefleksikan wacana budaya terbuka yang menjadi visi utama INF. | Makan bersama adalah tradisi kolektif di Indonesia dan beberapa negara di Asia yang masih mempertahankan tradisi lokal di tengah pesatnya modernisasi. Pada acara ini, koki akan memasak makanan secara langsung di area festival dan membagikan makanan tersebut dengan sistem donasi. Progam ini juga merefleksikan wacana budaya terbuka yang menjadi visi utama INF. | ||
Baris 131: | Baris 131: | ||
---- | ---- | ||
[[Berkas:INF3-Pameran.jpg | thumb | right | 300px | Poster program pameran Indonesia Netaudio Festival 3]] | [[Berkas:INF3-Pameran.jpg | thumb | right | 300px | Poster program pameran Indonesia Netaudio Festival 3]] | ||
+ | |||
==== Pameran - “Internet of (No)Things: Ubiquitous Networking and Artistic Intervention” ==== | ==== Pameran - “Internet of (No)Things: Ubiquitous Networking and Artistic Intervention” ==== | ||
* Kurator: Riar Rizaldi | * Kurator: Riar Rizaldi |
Revisi per 14 Agustus 2018 14.46
Indonesia Netaudio Festival 3 adalah sebuah festival yang diprakarsai oleh Indonesia Netaudio Forum.
Daftar isi
- 1 Pengantar
- 2 Waktu dan Tempat Penyelenggaraan
- 3 “Sharing Over Netizen Explosion”
- 4 Daftar Program
- 5 Tim Penyelenggara
- 6 Rekan Penyelenggara
- 7 Pranala Luar
Pengantar
Indonesia Netaudio Forum (INF), sebelumnya dikenal dengan Indonesian Netlabel Union (INU), telah menggelar dua festival pada tahun 2012 and 2014 bertajuk “Indonesian Netaudio Festival”, juga disingkat INF. Festival ini menggelar bermacam aktivitas seperti konser musik, lokakarya, diskusi dan ragam aktivitas berbagi yang menampilkan musisi, praktisi budaya dan media yang aktif menggunakan internet sebagai alat distribusi dan budaya berbagi yang terbuka. Pada tahun 2014, INF merayakan Hari MP3 dengan menerbitkan album musik remix dan zine yang berisi seri tulisan esai.
Tahun 2018 ini INF akan menggelar festival yang ketiga bekerjasama dengan program jangka panjang Japan Foundation Asia Center: “ref:now—toward a new media culture in asia”. Festival yang bertajuk “Sharing Over Netizen Explosion” kali ini mengundang musisi, seniman, penggerak budaya alternatif, kurator, peneliti dan praktisi media dari Indonesia dan Jepang untuk bersama-sama mengkaji budaya berbagi dan intervensi artistik di tengah gegap gempita ledakan informasi para pengguna internet saat ini. Sebuah kondisi dimana jaringan internet kini menciptakan ruang yang ambigu: meretas batasan yang mainstream dan underground, mengaburkan yang nyata dan maya (fisik dan non-fisik), hingga pertarungan kontrol privasi antara warga dan penguasa jagad maya.
Secara keseluruhan INF 3 digelar di Jogja National Museum pada tanggal 18 hingga 28 Agustus 2018 yang meliputi konser musik, pasar barter, live cooking, diskusi dan lokakarya pada tanggal 18 dan 19 Agustus 2018. Pada tahun ini ada program khusus yaitu pameran seni media yang dikurasi oleh Riar Rizaldi —seorang seniman dan peneliti seni media. Pameran dibuka bersamaan dengan dimulainya festival yaitu pada tanggal 18 Agustus 2018 dan berlangsung hingga tanggal 28 Agustus 2018.
Waktu dan Tempat Penyelenggaraan
Indonesian Netaudio Festival 2018
- Hari/Tanggal: 18-28 Agustus 2018
- Tempat: Jogja National Museum
- Alamat: Jl. Amri Yahya No. 1, Yogyakarta
“Sharing Over Netizen Explosion”
Dalam kurun satu dasawarsa ini, penggunaan internet di Indonesia telah menciptakan sebuah kondisi sosial budaya yang sangat masif baik itu jumlah penggunanya maupun dampaknya. Sistem web 2.0 yang memberikan akses bagi pengguna untuk memberikan input data atau konten secara bebas dan interaktif terutama di jejaring media sosial, telah menciptakan pranata sosial yang dianggap nyata hingga mengaburkan apa yang nyata dan maya. Pendek kata, internet atau dunia maya telah menubuh. Istilah ‘pengguna’ atau ‘user” sudah tidak lagi relevan karena semua entitas yang memiliki akses internet telah menjadi internet dan masyarakat itu sendiri.
Kondisi tersebut kini mampu meretas batas akan hal-hal yang memiliki skala kecil dan besar, yang underground dan yang mainstream dalam ruang dan pintu akses yang sama. Tradisi masyarakat Indonesia yang mahir dalam modifikasi atau akal-akal-an dan kontrol hukum yang amburadul juga membuka peluang bagi siapapun untuk menciptakan, mendistribusikan, mengontrol, mengapropriasi, menggubah hingga meretas konten dan peralatan di internet untuk kepentingan apapun, baik komersial maupun non-profit, baik personal maupun kelompok, baik untuk tujuan mulia maupun yang mengancam kehidupan. Berbagai macam strategi, pemikiran, karya seni tercipta dan tersedia untuk dikonsumsi maupun direproduksi. Di lain pihak, yaitu pemerintah atau korporasi besar yang menguasai platform utama internet telah menjalin kerjasama dalam memindai data yang terkumpul secara sukarela dan kemudian digunakan untuk mengontrol pengaturan akses dan privasi data.
Sebagai sebuah kelompok yang fokus pada praktik berbagi yang egaliter dan demokratis di jejaring internet atau platform digital, Indonesia Netaudio Forum melalui sebuah perhelatan festival seni dan budaya ingin membuka sebuah ruang sosial yang menampilkan karya musik dan seni media yang dalam praktiknya menggunakan internet sebagai jalur berbagi karya dan sekaligus kritik atau intervensi atas wacana tersebut diatas.
Program musik dalam Indonesia Netaudio Festival akan menampilkan musisi, seniman audio dan praktisi media yang menggunakan internet dan digital dalam menciptakan dan mendistribusikan karyanya baik melalui jalur distribusi non-mainstream maupun strategi manipulasi jalur mainstream. Diantaranya seperti penggunaan distribusi musik melalui netlabel, forum daring, radio daring atau layanan file-hosting/sharing untuk menjaring popularitas lintas geografi, penciptaan karya dengan aplikasi digital, penggunaan platform internet seperti YouTube atau stick PlayStation sebagai sumber data dan perangkat disc-jockey, kritik cyberculture sebagai tema lagu, produksi karya kolaboratif lintas geografi, penciptaan karakter imajiner/avatar sebagai identitas band atau karya musik, hingga berbagi karya musik secara luring melalui warnet atau jaringan PirateBox.
Daftar Program
Konser Musik
Sebuah konser musik dan visual menampilkan musisi dan VJ yang menggunakan internet dan digital baik sebagai alat produksi dan distribusi atau kajian wacananya, penggunaan lisensi terbuka seperti copyleft atau Creative Commons License untuk karyanya, dan bekerja secara kolaboratif melalui beragam jaringan. Program ini dikurasi oleh Wok The Rock bekerjasama dengan Andreas Siagian sebagai pengarah artistik.
Konser musik berlangsung selama dua hari.
18 Agustus 2018
- Waktu: 19.00-23.00 WIB
- Tempat: Jogja National Museum
- Alamat: Jl. Amri Yahya No. 1, Yogyakarta
Menampilkan:
- Hifana (Jepang) feat Senyawa dan Antirender
- Senyawa
- Silampukau
- Amok
19 Agustus 2018
Panggung Kecil
- Waktu: 15.00-18.00 WIB
- Tempat: Jogja National Museum
- Alamat: Jl. Amri Yahya No. 1, Yogyakarta
Menampilkan:
Panggung Utama
- 19.00-23.00 WIB
Menampilkan:
INF X Taphouse
- 22.00-02.00
- Taphouse Beer Garden
- Jl. Jlagran No. 18, Yogyakarta
Menampilkan:
Visual di Panggung Utama dipersembahkan oleh Video Battle. Instalasi cahaya dihadirkan oleh WAFT-Lab.
Performative Talk: Memetakan Arus Bawah
- 18 Agustus 2018, 15.00-18.00 WIB, Jogja National Museum
- Kurator dan moderator: Syafiatudina (KUNCI Cultural Studies Center)
- Pembicara: Nuraini Juliastuti, Manshur Zikri dan Irfan R Darajat
Deskripsi
Sebuah diskusi interaktif yang digelar secara performatif dengan menggunakan tata suara, video, gambar grafis, aplikasi komunikasi daring dan melibatkan pengunjung festival untuk turut aktif berpartisipasi. Diskusi ini mengundang 3 pembicara yang akan membicarakan ekosistem internet, infrastruktur berbagi, budaya fans dan perkembangan musik di jagad maya. Acara ini terbuka untuk umum dan digelar di area panggung musik.
Narasi
Internet dan teknologi digital telah menjadi motor untuk amplifikasi arus-arus bawah di sirkuit kebudayaan kita hari ini. Media berbasis komunitas menghadirkan narasi dari sudut pandang dan wilayah-wilayah yang tak tersentuh oleh kanal berita nasional. Nilai-nilai baru tercipta melalui ulang aling di antara peristiwa dan perekaman, pinggiran dan pusat produksi kebudayaan. Kehadiran beragam netlabel turut memperkaya infrastruktur produksi dan distribusi musik secara digital melalui platform daring-luring. Sedangkan di sisi lain, internet juga terus menjadi obyek regulasi sekaligus sumber monetisasi bagi pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.
Dalam arena diskusi selama dua jam ini, tiga pembicara akan mengemukakan elaborasinya mengenai sirkuit kebudayaan yang diperantarai oleh internet dan pergerakan di dalamnya dari tiga studi kasus, yaitu perkembangan netlabel, seni media dan dangdut koplo. Bersama dengan pembicara, para hadirin diundang untuk merumuskan; dalam kompleksitas sirkuit kebudayaan hari ini, apa yang perlu dilakukan sebagai sesama warganet?
Lokakarya: Fermentasi dan Minuman
- 19 Agustus 2018, 15.00-18.00 WIB, Jogja National Museum
- Kurator: Lifepatch
- Fasilitator: Theodorus Hendra Adhitya, Dholy Husada, dan Agung Satriya
Deskripsi
Sebuah lokakarya DIWO (Do-It-With-Others) yang mengundang beberapa pembuat minuman fermentasi buah di Yogyakarta. Lokakarya kolektif ini akan berbagi sumber daya dan keahlian yang ditemukan di internet bersama partisipan. Lokakarya ini menggunakan jaringan internet untuk mencari dan berbagi pengetahuan, mengambil informasi di internet, membawanya ke dalam interaksi fisik dan membandingkannya dengan pengetahuan dan pengalaman alami sebagai intervensi sosial. Ini merupakan budaya tanding bagi media internet yang kini telah menciptakan dunia imajiner nan nyata pada penggunanya. Lokakarya terbuka untuk publik.
Format lokakarya ini menawarkan sebuah konsep ide seperti yang ditawarkan oleh internet yang begitu ragam penawaran. Sesi lokakarya ini menawarkan beberapa lokakarya (fruit wine, kombucha dan meracik minuman) kepada siapa saja yang datang, mereka bebas memilih workshop yang mereka sukai. Mereka bebas datang dan pergi. Namun apabila pengunjung/peserta yang tertarik, fasilitator akan membagi pengetahuan, kemampuan, pengalaman kepada pengunjung tersebut. Sehingga ada interaksi sosial secara langsung antara dua belah pihak. Ini merupakan budaya tanding pada media internet yang memberikan jarak imaginer pada pengguna internet.
Narasi
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang telah mewujudkan budaya Internet yang masif. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google dan media sosial, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran pengetahuan, informasi dan data secara ekstrim. Efek penyebaran yang ekstrim tersebut membuat manusia tak berdaya menampung gempuran informasi yang datang silih berganti tanpa interupsi. Hingga kemudian hanya memperoleh sedikit saja, atau bahkan tidak membekas sama sekali. Internet juga merupakan sebuah dunia semu yang dianggap nyata bagi penggunanya. Ada sebuah jarak imajiner yang sangat absurd di antara mereka. Lokakarya ini menawarkan sebuah konsep seperti yang ditawarkan oleh internet yang memiliki aneka ragam penawaran dan perilaku dalam budayanya yang bebas menentukan apapun. Dalam lokakarya ini akan ada beberapa macam teknik meracik minuman fermentasi buah-buahan. Pengunjung bebas memilih teknik yang mereka sukai. Mereka juga bebas datang dan pergi. Namun apabila tertarik, fasilitator akan membagi pengetahuan, keahlian dan pengalaman kepada peserta sehingga ada interaksi sosial secara langsung antara dua belah pihak. Informasi yang diberikan menggunakan informasi dari internet dan pengalaman alamiah yang dimiliki fasilitator. Ini merupakan budaya tanding bagi media internet yang kini telah menciptakan dunia imajiner nan nyata pada penggunanya.
Menu Lokakarya
Isi lokakarya yang diselenggarakan antara lain:
- Lokakarya meracik minuman oleh Dholy Husada
- Lokakarya fermentasi buah-buahan oleh Theodorus Hendra Adhitya
- Lokakarya membuat kombucha oleh Agung Satriya
Pasar Barter
- 18 & 19 Agustus 2018, 15.00-23.00 WIB, Jogja National Museum
Salah satu misi penting dari festival ini adalah mengenai wacana budaya terbuka yang mempromosikan budaya berbagi. Program ini mengundang publik untuk saling bertukar barang seperti file lagu, video, pakaian, hardisk, kacamata, modem, tanaman, dan lain sebagainya.
Live Cooking
- Oleh CookorDie
- 18 & 19 Agustus 2018, 15.00-23.00 WIB, Jogja National Museum
Makan bersama adalah tradisi kolektif di Indonesia dan beberapa negara di Asia yang masih mempertahankan tradisi lokal di tengah pesatnya modernisasi. Pada acara ini, koki akan memasak makanan secara langsung di area festival dan membagikan makanan tersebut dengan sistem donasi. Progam ini juga merefleksikan wacana budaya terbuka yang menjadi visi utama INF.
Pameran - “Internet of (No)Things: Ubiquitous Networking and Artistic Intervention”
- Kurator: Riar Rizaldi
- Resepsi Pembukaan: 18 Agustus 2018, 14.00 WIB
- Pameran: 18-28 Agustus 2018, 11.00-19.00WIB
- Tempat: Jogja National Museum
Pameran seni media ini adalah program terkait yang menampilkan seniman-seniman media yang berkarya dengan menggunakan teknologi dan wacana sosial-budaya di era digital. Pameran ini mengundang seniman dari Indonesia dan Jepang yang dikurasi oleh Riar Rizaldi.
Informasi berada dimana saja, pada waktu kapan saja dan dapat disampaikan lewat cara yang sesuai dengan konteks dan lokasi. Ketika kita akhirnya dapat merasakan manfaat dari kekuatan penuh teknologi informasi, kita kehilangan kemampuan untuk menyerap kumpulan pengetahuan esoterik yang menjadi sandarannya. Teknologi jaringan seperti telepon seluler dan Internet telah menjadi sarana terbesar bagi pertukaran informasi—informatika yang begitu kuatnya pun telah menubuh di dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang bersamaan, teknologi jaringan mempengaruhi cara kita berkomunikasi—baik itu secara tekstual, verbal maupun visual—serta merekonstruksi berbagai teknik kontemporer yang telah eksis; seni, sinema, bioteknologi, tata kelola digital, platform capitalism. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, ketika kehadirannya sangat masif dan dimana-mana, tantangan seperti apa yang dihasilkan oleh teknologi jaringan dan infrastrukturnya dalam ranah kegiatan kebudayaan?
Ketika kita melewati titik yang mengaburkan perbedaan antara daring dan luring, ketika kita harus tersadarkan untuk menerima kenyataan bahwa privasi adalah hal yang usang, ketika datangnya bentukan baru bahasa visual yang dimanufaktur oleh arus meme dari image board semacam Futaba Channel, dan ketika agenda pasca-kebenaran berkerumun dalam laman Facebook secara terang-terangan, pameran Internet of (No)Things mengeksplorasi kemungkinan praktik artistik dan bentuk estetika yang secara kritis menginterogasi teknologi jaringan yang omnipresent. Pameran Internet of (No)Things mengundang seniman Indonesia dan Jepang untuk menyajikan karya-karya mereka yang menafsirkan kembali—juga mengintervensi secara visual—material dan ide yang diciptakan oleh transformasi budaya dan infrastruktur Internet. Dalam pameran ini pula, jargon Internet of Things (IoT) disubversifkan sebagai sebuah upaya memaknai kehadiran Internet secara lebih kritis. Internet sudah menubuh untuk setiap kegiatan yang kita alami, sehingga ia tidak menjadi apa-apa. Mekanismenya kita lewatkan secara sadar: terjadi begitu saja. Ia menjadi objek, ia menjadi udara, ia pun menjadi ruang. Internet bukan apa-apa.
Dari mulai visualisasi citra Anime lewat aplikasi foto pada iOs hingga subtitle Bahasa Indonesia yang ditampilkan dalam situs ilegal film bajakan, dari mulai memecahkan fondasi fundamental sistem jaringan lewat instrumen sonik hingga usaha memperlihatkan black-box-nya teknologi jaringan lewat rekonstruksi ruang-ruang fisik, dari mulai pendekatan spekulatif pada bioteknologi dan dampaknya pada wacana reproduksi hingga usaha untuk merubah pikiran dan opini menjadi arus listrik, seniman dari Indonesia dan Jepang menata ulang, menggunakan, memanfaatkan dan merekonstruksi implikasi dari teknologi jaringan sebagai moda artistik. Di tengah kontrasnya karakteristik perkembangan teknologi, latar belakang budaya dan psikogeografi antara Indonesia dan Jepang, para seniman disini berbagi pendekatan praktik mereka yang unik terhadap perilaku vernakular dari masyarakat jejaring dalam kampung global. Melalui karya-karya artistik dan intervensi oleh para seniman di pameran Internet of (No)Things, kita akan dihadapkan oleh tantangan juga kesempatan yang diberikan oleh teknologi jaringan untuk aktivitas kebudayaan kita sehari-hari.
Seniman:
- EXONEMO (Jepang)
- Ai Hasegawa (Jepang)
- Ayano Sudo (Jepang)
- Soichiro Mihara/Kazuki Saita (Jepang)
- Tromarama (Indonesia)
- Igor Tamerlan (Indonesia)
- Arief Budiman (Indonesia)
- Mira Rizki (Indonesia)
- Abi Rama (Indonesia)
Seri Wicara Seniman 1
- Kazuki Saita/Soichiro Mihara
- 19 Agustus 2018, 11:00 WIB
- Jogja National Museum
Seri Wicara Seniman 2
- Ai Hasegawa & Abi Rama
- 20 Agustus 2018, 16:00 WIB
- Kunci Cultural Studies Center, Gang Melati, Ngadinegaran MJ III/100, Yogyakarta
Seri Wicara Seniman 3
- Ayano Sudo & Tromarama
- 20 Agustus 2018, 19:00 WIB
- Ruang MES 56, Jl. Mangkuyudan No. 53A, Yogyakarta
Tim Penyelenggara
Tim Produksi Festival
Nama | Posisi |
---|---|
Fumi Hirota | Pemimpin Proyek |
Abdul Barry Sutan Pulungan | Wakil Pemimpin Proyek |
Wok The Rock | Produser/Rekanan JF |
Anitha Silvia | Produser Pelaksana |
Andreas Siagian | Pengarah Artistik |
Riar Rizaldi | Kurator Pameran |
Syafiatudina | Kurator Seminar |
Lifepatch | Kurator Lokakarya |
Adi Adriandi | Manajer Produksi Konser Musik |
Rismilliana Wijayanti | Manajer Produksi Pameran |
Amelberga Prasetyaningtyas | Rekanan Media |
Octalyna Puspa Wardany | Keuangan |
Yudistira Satria | Kepala Produksi |
Prastica Malinda | Seksi Administrasi |
Yonas Kristy | Desainer Grafis |
Anton Gendel | Teknisi Suara |
Sugeng Utomo | Penata Lampu |
Arief Budiman | Dokumentasi Video |
Swandi Ranadila | Dokumentasi Foto |
Adib Nur Fajar | Koordinator Sukarelawan |
Adam Oktaviantoro | Manajer Panggung |
Gading Paksi | Pengarah Pertunjukan Musik |
Andi Meinl | Seksi Transportasi |
Sri Kusumaningrum | Seksi Konsumsi |
Fuad Nurdiansyah | Seksi Lingkungan |
Ignatius Kendal | Seksi Perizinan |
Vandy Rizaldi | Kru Panggung |
Aditya | Kru Panggung |
Angga Pratama | Kru Panggung |
Yuya Ito (Jepang) | Teknisi Pameran |
Tim Redaksi User Manual INF 3.0
Nama | Posisi |
---|---|
Hilman Fathoni | Penyusun dan Penyelaras Akhir |
Yonaz Kristy | Perwajahan User Manual |
Andaru Pramudito | Kontributor Artikel |
Aditya Saputra | Kontributor Komik |
Taufiq Aribowo | Kontributor Artikel |
Riar Rizaldi | Kontributor Artikel |
Adythia Utama | Perekam Wawancara |
Ucapan Terima Kasih
Daftar Rekanan |
---|
Asia Center Japan Foundation |
Gallery Prawirotaman Hotel |
Green Host Hotel |
Ruang MES 56 |
KUNCI Cultural Studies Center |
Balai Seni Gampingan |
Berrybeanbag |
TNGR |
Taphouse |
YK Booking |
Whiteboardjournal |
Detikdotcom |
Tante Bikinilfil |
Bengkel Pak Meng |
Jogja Record Store Club |
Rekan Penyelenggara
Indonesia Netaudio Festival diselenggarakan bersama Asia Center - Japan Foundation sebagai bagian dari program MeCA - Media Culture in Asia: A Transnational Platform